Mengusahakan cinta itu apa? Buat apa? Bagaimana caranya? Layakkah cinta itu diusahakan????

Saya baru paham istilah mengusahakan cinta ini setelah menikah kedua kalinya dan itupun baru tersadar di usia pernikahan yang hampir tujuh tahunan bersama Kurt ini.

Layakkah cinta kami ini diusahakan? Tanya saya berkali-kali pada diri sendiri.

“Layak!” tegas Kurt yang selalu dipraktekkannya demi keutuhan pernikahan kita.


Saya tipe wanita mandiri yang bisa hidup bahagia tanpa laki-laki. Komitmen dan ikatan hubungan, kadang bikin saya sesak nafas. Saya mendamba kebebasan. Dan itu memang sudah jadi karakter saya.

Saya suka disendirikan dan dibiarkan sendiri.

Saya hidup di dunia saya sendiri.


Kurt, lelaki pendamba keluarga yang bisa depresi jika keluarga dekat tidak mengunjunginya.

Kurt suka hangatnya hubungan. Bisa sedih dan susah nafas kalau pasangannya menjauh, meskipun cuma seharian saja.

Kurt tidak suka sendirian dan tidak bisa disendirikan. Hidupnya adalah untuk keluarganya.

Kurt hidup demi keluarganya.


Saya egois dan memikirkan diri saya sendiri.

Kurt, tidak pernah berhenti memikirkan keluarganya, terutama saya.

“Because you are my world,” katanya serius.

Kita bertolak belakang sebenarnya. Kita tidak sejalan, sejatinya. Tapi karena itulah kita bersama dan saling mengusahakan cinta.

Kurt, tentu saja layak diusahakan cintanya.

Saya? Entah apa yang dilihat Kurt hingga dia mati-matian mengusahakan agar cinta saya hidup selamanya, bersama dia.

Tentu saja saya paham kualitas diri saya. Saya istri yang baik, sebenarnya. Tidak suka kemewahan, pekerja keras, gemar menabung dan piawai di kasur. Kurang apa coba? Kurang banyak!

“Kamu tidak mungkin aku nikahi kalau kamu normal. Aku tertarik sama kamu karena kamu memang gila!” kata Kurt.

Sepintas, saya istri idaman karena pintar cari duit sendiri, tidak suka make up, tidak suka perhiasan, tidak suka shopping bermewah-mewah dan seksi (saya puji sendiri). Tapi, di sisi lain saya ini psikopat. Kalau marah, saya bisa merobek manusia tanpa belas kasih. Saya bisa bikin lawan bicara saya berlutut menangis mengejang. Saya, buas!

Tapi dari Kurt saya belajar bahwa cinta kita memang layak diusahakan. Karena kami berdua pasangan serasi yang serius abnormalnya. Kami berdua sama-sama tidak normal.

Makanya, jangan nikahi Nila, kamu tidak bakalan sanggup. Biar Kurt saja.

Makanya, jangan nikahi Kurt, kamu bisa gila! Biar Nila saja, karena dia sudah gila dari sananya.


Lalu apakah semua cinta dan hubungan itu patut diusahakan keabadiannya?

Jawabannya tentu berbeda-beda. Dan saya tidak punya hak untuk memutuskan apakah hubungan kalian itu layak diteruskan ataukah ditenggelamkan.


Suami selingkuh. Berkali-kali kerisnya dihujamkan ke tempat yang tidak semestinya. Si istri kalut dan marah besar.

“Dasar pelakor bangsat!”

Loh, kok malah si wanita yang disalahin. Kenapa tidak bilang, “Ancene lanangan ndas peli jancuk!”

Kenapa tidak suamimu yang kau hajar hingga capai tanganmu? Kenapa wanita lain yang kau koyak rambutnya?


“Wanita secara kodrati diciptakan menarik oleh Tuhan. Adalah tugas kita sebagai laki-laki untuk berusaha sekuat tenaga, menahan ketertarikan kita pada wanita lain. Apalagi kalau sudah menikah. YANG SALAH ITU LAKI-LAKI!” kata Kurt tegas.

Tapi kan si wanita yang menggoda? Tapi kan si wanita yang kegatelan?

“Tetap saja. Laki-laki yang patut disalahkan. Dasar laki-laki lemah!” sergah Kurt lagi.

Saya setuju. Wanita memang diciptakan sangat menarik. Menarik lawan jenis. Nah sekarang tergantung si lawan jenis dong! Kalau tidak mau, mau ditarik seperti apa ya emoh!

Pernikahan jangan memakai hukum ada barang ada permintaan! Jangan bilang, Anda jualan ya saya beli.

Kalau ada yang jualan (baca: wanita kece), ya biar saja. Dilihat saja. Tidak perlu dibeli!

“Dari mata turun ke hati.”

Halah, gombal!

Perselingkuhan itu dari mata turun ke peli!

Yang seperti ini mau terus diusahakan? Ya silahkan. Toh tidak ada hubungannya dengan saya. Dipikir sendirilah efek jangka panjangnya. Masak begitu saja tidak bisa?


Jangan dikira pernikahan saya dengan Kurt lurus-lurus saja. Kita berdua manusia biasa yang juga punya gairah.

Tapi saya percaya luar dalam kalau suami saya hanya melihat (normal iniiii). Dia tidak bakalan berani keluar garis.

“Berselingkuh itu enaknya cuma sekejap. Setelah itu efek kerusakannya, selamanya. Keluarga rusak. Kepercayaan musnah. Hidup sudah susah kok dibikin lebih susah lagi?” tutur Kurt.

Lalu bagaimana kalau ada hubungan pernikahan yang awet setelah salah satu pasangan menikahi manusia idaman lainnya (MIL)?

“Berarti mereka memang berjodoh. Dan pasangan sebelumnya itu memang tidak serasi. Tapi harusnya mereka bercerai dululah. Baru lanjut ke hubungan yang lain. Dan kalau aku bertemu kamu saat aku sudah punya istri, pasti istriku aku ceraikan dan kamu aku kejar!” kata Kurt sungguh-sungguh.

Saya tergelak.

Podo wae cong!

Eh tapi, memang jalan hidup tidak ada yang tahu. Jadi, masalah mengusahakan cinta memang kembali ke nurani dan kembali pada kemurnian cinta masing-masing. Bukan atas nama egoisme. Bukan atas nama libido. Bukan atas nama fisik semlohai. Bukan atas nama deretan angka deposito. Kembalikan semua pada nuranimu.

Patutkah cinta kita ini diusahakan?

 

Nila Rogers

Ditulis dari Limasan Retreat, Watu Karung, Pacitan. 27 Juni 2018 Pukul 9:39 malam.

Dengan backsound deburan ombak dan deburan cinta saya pada Kurt Rogers 🙂