(Dimuat di Majalah FEMINA edisi 06, edar 2 Februari 2017.

Ini tulisan asli yang belum diedit oleh redaksi femina)

kangaroo-on-road
Ilustrasi diambil dari http://www.starweekly.com.au/news/voices-rise-over-cull-plans-2/

Saya gembira sekali, saat akhirnya (setelah lima kali gagal tes) berhasil mendapatkan Surat Ijin Mengemudi di Australia Barat.

Menyetir di Australia, tidaklah serumit menyetir di Indonesia, sebenarnya.

Tidak ada ibu-ibu yang kasih tanda ke kanan tapi belok ke kiri.

Tidak ada anak usia belia yang menyetir kepot-kepotan, menyalip kanan kiri dengan kecepatan tinggi seperti punya nyawa berlipat, seperti kucing.

Tidak ada angkutan umum yang berhentinya, hanya Tuhan yang tahu.

Tidak ada penyeberang jalan, yang kalau menyeberang, malas menoleh kanan kiri. Sepertinya mereka punya indera penglihatan di sebelah wajah, seperti ayam.

Di Australia, semuanya tertib.

Disiplin.

Jalanan juga lengang dan jarang macet. Menyenangkan sekali menyetir di sini.

Mayoritas pengendara di Australia, patuh pada aturan.

Apabila jalan raya hanya ada dua lajur, ya di isi dua kendaraan saja, tidak empat atau bahkan enam (naik trotoar) seperti di Indonesia.

Alat transportasi publik seperti Bus, berhentinya sudah diketahui. Karena mereka hanya bisa berhenti di titik-titik pemberhentian yang sudah di tetapkan.

Kalau macet, ya merambat perlahan mengikuti ritme kemacetan, tanpa harus grusa-grusu berusaha menyalip kanan kiri.

Batasan kecepatan, di patuhi.

Meskipun jalanan sepi, ya tidak lantas di gas pol rem blong! Maksimal kecepatan di Australia, 110 kilometer perjam saja.

Suatu kali, Ayah saya yang kala itu baru kali pertama datang ke Perth, berujar, “Nil, ada apa kok mobil-mobil semuanya jalan pelan?”

“Pelan gimana Yah? Ini sudah 110 kilometer perjam loh!”

“Kok cuman 110 sih? Kan jalanan sepi. Kalau Ayah yang supir, bisa tak bikin 200 kilometer perjam!” ujarnya tak sabar.

Saya terbahak. Kemudian saya jelaskan bahwa maksimal kecepatan di Australia ya memang segitu, 110 kilometer perjam saja.

Ayah saya kemudian geleng-geleng kepala. Tidak habis pikir bagaimana mereka bisa “nurut” meskipun pos polisi sama sekali tidak ada.

Tetapi, meskipun terlihat menyenangkan dan bebas stress saat berkendara di Australia, sebenarnya ada sesuatu di Australia yang bikin saya sering jantungan.

Jumping monkey?” tanya saya pada salah satu kawan asli Perancis yang berkunjung ke Australia.

“Iya, jumping monkey! Itu loh, binatang yang jadi maskotnya Australia. Binatang dungu!” tegasnya.

Yang dimaksud ternyata Kangguru.

Menurutnya, Kangguru itu binatang paling menyebalkan dan berbahaya!

Tentu saja saya menolak pernyataannya. Lah wong, binatang lucu kok di bilang berbahaya.

Sampai suatu saat, saya kemudian mengiyakannya.

————

Sore itu, hujan gerimis. Langit mulai gelap.

Karena suami kebanyakan minum wine, saya yang ambil alih kemudi.

Perjalanan dari Bunbury menuju rumah kami di Busselton, tidak jauh. Sekitar 90 kilometer yang bisa di tempuh setengah jam saja.

Sambil manggut-manggut mengikuti irama musik, saya menyetir dengan hati riang.

Suami dan anak, tertidur. Yang besar, kebanyakan minum. Yang kecil, kekeyangan pasta.

Tulisan CAPEL, kota kecil setelah Bunbury, terlihat.

Tanda kecepatan berubah, dari 90 kilometer perjam, naik menjadi 110 kilometer perjam.

Saya mengikuti petunjuk perubahan kecepatan, dengan melajukan sedan Volvo saya lebih cepat, mendekati 110 kilometer perjam.

Di sebelah kiri, tanda gambar binatang Kangguru, terlihat.

Saya mulai memasuki kawasan rawan Kangguru.

Baru beberapa detik saya melewati tanda itu, saya melihat ada tiga Kangguru berdiri di kiri jalan.

Detik pertama, tiga Kangguru terlihat.

Detik kedua, ketiga, salah satu Kangguru melompat tepat di depan mobil saya.

BLETAK!!!

Kangguru tertabrak oleh mobil saya.

Saya bingung campur panik.

Mobil saya mulai mengeluarkan bunyi-bunyian aneh, yang kemudian saya pinggirkan.

Suasana sudah gelap.

Kangguru tergeletak di tengah jalan, mati.

Suami menggerutu karena mobil saya, rusak parah.

Saya menggerutu, memaki si Kangguru yang sudah tak bernyawa.

Tiba-tiba, ada mobil yang ikut minggir, tak jauh dari mobil saya.

Saya melihat, ada dua wanita turun dari mobil, berjalan ke tengah jalan dan menyeret si Kangguru ke pinggir jalan, agar tidak membahayakan pengendara lainnya.

Saya malu.

Saking sibuknya memikirkan mobil yang tak mungkin lagi di kendarai, saya sampai lupa meminggirkan Kangguru ke tepi jalan.

“Kamu tidak apa-apa? Ada yang bisa kami bantu?” tanya salah satu wanita muda berambut cepak pada saya.

“Bisa minta tolong bawa istri saya ke Busselton? Eh, kalian ke Busselton kan? Istri saya harus menjemput kami dengan mobil yang lain karena yang ini rusak,” sahut suami saya cepat, sebelum saya sempat membuka mulut.

Si wanita berambut cepak dan berpakaian seperti laki-laki itu kemudian menyarankan saya untuk menumpang mobilnya.

Saya menurut, dan berjalan gontai mengikuti kedua wanita muda itu ke mobilnya.

Tapi ada yang tidak enak di sana.

Di dalam mobil, ada empat wanita muda. Dua diantaranya berdandan bak laki-laki dengan rambut super cepak. Sisanya, berambut panjang dan berpakaian super mini.

Ternyata, kesemuanya adalah geng lesbian.

Si pengemudi melempar senyum manis dan mengerling pada saya. Saya menggigil.

Perjalanan lima belas menit menuju rumah, serasa bertahun-tahun. Desahan dan tawa terkikik dari jok belakang, bikin saya semakin tegang.

Bolak balik saya merapal doa minta keselamatan. Segala doa saya panjatkan. Mungkin doa makan juga.

————

Kangguru ternyata menjadi musuh paling menakutkan bagi pengendara di Australia.

Datang dan kapan melompatnya, benar-benar hanya Tuhan yang tahu.

Sudah banyak cerita, pengendara yang mati gara-gara berusaha menghindari Kangguru.

Alih-alih menghindar, si pengendara malah celaka. Ada yang menabrak pohon, ada yang menabrak mobil lain, tragis.

Sedari awal datang dan belajar menyetir di Australia, suami sudah mencuci otak saya dengan, “kalau ada Kangguru tepat di depan mobil, jangan pernah banting setir! Tabrak saja! Jangan pernah berusaha menghindar daripada kamu yang celaka!”

Saking banyaknya kecelakaan gara-gara Kangguru, berbagai alat dicipta untuk menghalau binatang yang konon di sebut sangat bodoh itu.

Ada yang mirip peluit. Di rekatkan di depan mobil dan bisa mengeluarkan bunyi yang konon bikin Kangguru takut. Benar atau tidaknya belum di ketahui karena saya belum pernah beli.

Tapi, mayoritas pengendara di Australia, memasang “bull-bar” di depan mobil mereka. Semacam bemper tambahan untuk menghindari kerusakan lebih lanjut saat terjadi tumbukan.

Tapi kalau Kanggurunya melompat dan mengenai samping mobil?

Nah, kalau yang ini, apes namanya.

Seperti suami saya. Sudah pasang bull-bar besar di Land Rover-nya. Eh, sisi kiri mobil di tabrak Kangguru sampai ringsek. Untung saja mobilnya di asuransikan.

Kawan-kawan saya, hampir semuanya pernah punya cerita menabrak Kangguru. Dan kalaupun ada yang belum, bisa dipastikan si kawan ini belum bisa menyetir.

Dan, jangan kaget kalau berkelana keliling Australia, kemudian melihat bangkai Kangguru di kiri kanan jalan. Sudah bukan barang aneh di sini.

Tapi, bukan hanya Kangguru yang sering bikin saya was-was kalau sedang berkendara.

Sapi, Kambing, Burung Elang, Wombat, Bebek, juga bikin jantung lepas!

Pernah, saat sedang melintasi hutan Ludlow di Busselton, saya mendelik-delikkan mata mencari sosok Kangguru yang tak terlihat. Eh, bukannya Kangguru, malah SAPI besar warna coklat yang muncul!

Jantung rasanya jatuh ke kaki!

Besar sekali sapi itu!

Untung si sapi tidak se-gesit Kangguru!

Dan untung juga sapi tidak bisa melompat!

Bisa remuk jadi rempeyek mobil sedan saya!

Tanda gambar Kangguru, Sapi, Bebek, Wombat, bertengger di kanan kiri jalan di banyak wilayah di Australia.

Biar pengendara lebih awas dan lebih berhati-hati dalam mengemudikan kendaraannya.

Oh iya, mengenai tanda gambar. Yang paling unik adalah gambar bebek. Jika gambar Kangguru, wombat dan binatang ternak di buat secara individual per-binatang. Tidak demikian dengan bebek. Tanda gambarnya pasti di buat ada induk bebek di depan dengan beberapa anak bebek di belakang.

Maksudnya, “Hati-hati dengan bebek yang menyeberang”.

Khusus untuk penyeberang bebek, si pengendara di harapkan untuk tidak MELINDAS mereka. Jika tidak ingin di kecam habis-habisan oleh orang yang melihat.

Menabrak induk bebek dan anak-anaknya yang sedang menyeberang, adalah DOSA BESAR di Australia.

Untungnya, selama ini saya selalu berhati-hati jika ada tanda “awas bebek menyeberang” terlihat.

Terakhir, berkendara di mana saja, di seluruh penjuru dunia memang harus selalu waspada.

Jika di Indonesia kita di harapkan waspada dengan pengendara motor yang ugal-ugalan, di Australia, kita di wajibkan super cermat dengan si Jumping Monkey yang sering ugal-ugalan kalau sedang melompat!

 

Nila Nurul Hidayati

Busselton, 15/10/16